IPMKN-Y

IPMKN-Y

Wednesday 3 August 2011

Arah Perjuangan

By IPMKN-Yogyakarta  |  4:30:00 pm No comments

”MEMBANGUN SEMANGAT GARAKAN SOSIAL KEMASYARAKATAN IPMKRKN-Y : MENGEMBALIKAN IPMKRKN-Y KE TENGAH MASYARAKAT”
IPMKRKN-Y DAN KETERANGAN
Perubahan adalah praktek. Tugas agen perubahan adalah menyusun penjelasan sistematis tentang perubahan sebagai subuah tindakan melangsungkan perombakan sistem dan kondisi sosial hari ini dan hari esok. Perubahan bukan sekedar teori diatas kertas dan bukan pula romantisme ide brilian para pemikir besar (ideologi) yang telah membacakan diri mereka dihadapan ingatan pengetahuan manusia modern.
Refleksi atas perjalanan panjang kaum terdidik yang membacakan diri mereka sebagai Ikatan Pelajar Mahasiswa Kepulauan Riau Kabupaten Natuna Yogyakarta (IPMKRKN-Y) tentu saja memberika sebuah catatan penting bahwasannya keterjebakan kita sebagai organisasi etnis ke dalam aktifitas-aktifitas ceremonial sudah sampai kepada tahapan yang apling akut. Bagaimana mungkin garda terdepan perubahan, calon pemegan estafet kepemimpinan lokal tidak lagi peka terhadap kondisi dan realita sosial hari ini. Tentu saja ini adalah sebuah kesalahan fatal.
Ikatan Pelajar Mahasiswa Kepulauan Riua Kabupaten Natuna Yogyakarta (IPMKRKN-Y) memang bukan organisasi gerakan layaknya HMI, FPPI, PMII,KAMMI dan lain-lain. IPMKRKN-Y sejatinya adalah organisasi etnis yang bersandar kepada ruh kekeluargaan, senasib sepenganggungan dinegeri rantau. Namun demikian ini bukan pertanda atau semacam label bahwasannya kawan-kawan yang berkumpul dalam wadah organisasi ini adalah orang-orang yang apatis, hedonis dan bersandar pada konsep hidup. Karena apa yang dilakukan oleh yang terdahulu adalah bukti nyata bahwa anak-anak etnis bukan anak-anak “plat merah” yang kerjanya hanya menghabiskan uang daerah. Namun demikian, indikasi inilah yang tengah menghinggapi sebagian besar anak-anak etnis ini.
ORANISASI CEREMONIAL – FORMAL
10 tahun sudah organisasi ini berdiri. Lahir ditengah hiruk-pikuk angin perubahan, transisi dari rezim otoriter menuju demokrasi yang sejati. Transisi di Indonesia paling tidak ditandai oleh tiga perubahan. (1) transisi dari sistem politik yang otoriter menuju sistem demokrasi liberal. (2) Transisi ekonomi yang bersifat kapitalis kroni atau kapitalisme negara (state lead development)menuju sistem ekonomi pasar bebas. (3) Transisi dari sistem sosial dan politik yang sentralistik menuju sistem yang terdesentralisasi.
Ironis memang, realitas masa transisi ternyata tidak seindah dan semolek harapan sebagian besar rakyat dinegeri ini. Eforia masa reformasi rupanya tidak berlangsung lama, namun justru mengantarkan negeri ini kepada kompleksitas persolan yang seakan-akan tidak berujung. Reformasi tidak serta-merta membawa negeri ini pada kesejahteraan dan keadilan, tercatat selama masa transisi ini berlangsung krisis ekonomi, konflik sosial, gejolak politik serta kebijakan publik pemerintah belum juga memberikan jaminan kesejahateraan dan keadialan pada masyarakat.
Sebuah pertanyaan besar muncul. Lantas dimanakah kita sekumpulan pelajar dan mahasiswa yang berdiri diatas konstitusi yang memiliki cita-cita luhur, mengemban amanah masyarakat yang belakangan ini kita terjemahkan ke dalam tiga misi suci iman, ilmu dan amal. Kemanakah kita selama ini? Kita tidak pernah kemana-mana. Kalaupun ada usaha, lagi-lagi kita tertohok pada glamournya budaya konsumtif, terjebak kedalam pemikiran pragmatis dan hedonis yang akhirnya membuat kita stagnan secara nilai.
Kapan kita pernah melihat atau pernah mendengar anak-anak etnis ini berdiri kokoh bersama masyarakat, berdiskusi dengan alam, bermandi keringat di tengah-tengah sekumpulan petani dan nelayan utnuk sekedar merasakan apa yang mereka rasakan? Menyedihkan memang, organisasi ini tidak mampu melahirkan kader-kader yag peka terhadap realitas sosial hari ini, kader-kader yang cerdas, bertanggungjawab terhadap masyarakat. Kalaupun ada, mereka hanya kader yang dipersiapkan menempati pos-pos kekuasaan pada sistem yang korup.
Tidak heran memang, telinga ini terkadang sakit tatkala “joke-joke” politis diarahkan pada kita. “Organisasi plat merah yang hanya bisa menghabiskan uang daerah dengan proposal-proposal yang tidak pernah jelas arah dan tujuannya”, “Organisasi ABS (Asal Bapak Senang)”, “Organisasi ceremonial-formal” dan bahkan mungkin ada lagi yang lebih sadis. Taruhlah hal ini tidak benar, namun paling tidak asumsi ini hidup ditengah-tengah masayarakat kita yang menaruh harapan besar pada IPMKRKN-Y.
IPMKRKN-Y HARUS BERUBAH!
Berubah? Artinya ada sesuatu yang memang salah pada diri kita. Kata berubah sendiri terkesan klise, klasik dan juga banyak versi tergantung bagaimana pemahaman kita tentang bagaimana organisasi ini seharusnya mengambil posisi. Terlepas dari itu semua, suka atau tidak, perubahan harus kita lakukan jika tidak ingin organisasi ini mati dikubur zaman. Lantas, perubahan apa yang perlu kita lakukan? Setidaknya, perubahan yang perlu kita lakukan didasarkan pada pembacaan dua faktor. Faktor pertama: kondisi internal. Kondisi internal mencakup nilai-nilai, teks-teks, struktur organisasi dan kultur yang terus menerus melekat dan membentuk keberadaan organisasi etnis ini. Faktor kedua: kondisi eksternal. Maksudnya adalah bagaiman kita membaca, membedah, menganalisis problem riil masyarakat Natuna hari ini, dimana seharusna kita mengambil posisi serta peluang dan tantangan kita berkaitan dengan gerakan sosial kemasyarakatan. Fakta-fakta tentang kondisi eksternal itulah yang seharusnya kita dahulukan dalam merancang perubahan IPMKRKN-Y. Untuk melihat fakta eksternal diatas, kita mulai dengan membaca beberapa persoalan yang sekarang dihadapi masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat Natuna khusunya.
KESENJAGAN DAN KEMISKINAN
(Masyarakat Miskin di Negeri Kaya)
Kata globalisasi (pasar bebeas) seperti tidak asing lagi bagi indera pendengaran kita. Globalisasi begitu populer dibicarakan masyarakat sampai hari ini, bahkan globalisasi dibidang ekonomi dipercaya sebagai obat yang manjur mengatasi krisis ekonomi dunia. Diera globalisasi, persoalan apapun bisa diselesaikan hanya dengan satu klik tombol mouse pada komputer dan gagang telepon tanpa ada lagi batasan sekat ruang dan waktu. Dengan teknologi teleconference, presiden SBY bisa memimpin rapat denga para mentrinya tanpa ia hadir secara fisik di ruang rapat. Dengan teknologi ini kita tidak hanya bisa membaca surat, tapi bisa langsung bertatap muka, erkomunikasi dua arah didunia maya. Begitulah, setiap kali ketika mendengar kata globalisasi pasti kita selalu mendefinisikannya dengan internet, persusahaan multinasional, teknologi digital teleconference dan televisi. Tapi apakah benar sepenuhnya. Pemhaman kita tentang globlisasi dan ruang lingkupnya. Kalaupun salah, lantas apa sebenarnya globalisasi dan apa saja ruang lingkupnya? Menurut sebagaian pengamat, globalisasi adalah hubungan keterkaitan (interconnectedness) dan ketergantungan antar benua yang berbeda dalam berbagai aspek kehidupan dan hal ini meliputi ekonomi, sosial, politik, budaya dan bahkan agama.
Jika pada awalnya gagasan globalisasi dipercaya sebagai obat manjur untuk mengatasi krisis ekonomi dunia, maka saat ini asumsi ini mulai diragukan. Berbagai ketimpangan, kemiskinan, ketidakadilan sosial, hilangnyajaminan mendapatkan pekerjaan dan harapan hidup serta rusaknya lingkungan, justru meletakkan globalisasi sebagai akar masalah yang menyebabkan itu semua.
Noreena Herz dalam karyanya, The silent takover mengungkapkan caci makinya terhadap globalisasi, terjadi ledakan akumulasi kapital yang luar biasa yang berakibat pada pergeseran kekuasaan dan kesenjangan yang luar biasa. Seratus perusahaan multinasional terbesar mengontrol 20% aset dunia ini, sementara itu komposisi kekayaan di dunia ini hanya dikuasai oleh 51 negara saja.
Masih menurut Noreena, hal yang sangat mencolok ketika globalisasi mulai digulirkan adalah tidak pernah ada sebelumnya pada zaman modern ini celah kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin begitu lebar kecuali pada zaman globalisasi ini.
Pendek kata, kapitalisme neoliberal sebagai inti dari globalisasi mengancam berbagai sendi kehidupan manusia. Beberapa kasus di Indonesia menunjukkan betapa kita sudah terperangkap kedalam lembah setan ideologi ini.
Paling tidak, menurut Bonnie Setiawan, ada beberapa hal yang mengindikasikan bahwa negeri ini adalah korban dari penjajahan pasar. Pertama, hutang luar negeri yang kian melambung. Kedua, privatisasi BUMN. Ketiga, program-program kemiskinan yang selalu dijawab dengan solusi neoliberal. Keempat, penciptaan pasar tanah. Kelima, penggusuran dan peminggiran terhadap hak-hak orang miskin. Keenam, tata ruang kota yang kian memihak pemilik modal. Ketujuh, penguasaan asing terhadap sumber daya alam negeri ini. Kedelapan, komersialisasi dan pencabutan subsidi terhadap hak dasar rakyat. Kesembilan, hancurnya lingkungan hidup.
Tentunya masih banyak lagi persoalan-persoalan yang muncul sebagai dampak dari multiplier effect globalisasi. Nah, bagaimana dengan Natuna? Sebagai daerah yang terletak pada wilyah paling utara negeri ini memposisikan kita sebagai daerah yang langsung berhadapan dengan negara-negara tetangga. Sepertinya mustahil bagi kita untuk menolak masuknya globalisasi didaerah tercinta ini. Belum lagi ditambah dengan sumber daya alam yang kita miliki membuat mata dunia banyak tetuju pada kita. KunjunganPresiden SBY beberapa waktu yang lalu dalam rangka meresmikan blok ladang gas Natuna secara awam dimaknai oleh masyarakat kita sebagai peristiwa paling bersejarah. Wajar, masyarakat kita terlalu lugu untuk sampai pada pemikiran dialektikanegativa. Tapi alangkah menyedihkannya kalau kita yang notabene orang terdidik, cerdas berpikiran sama dengan masyarakat kita kebanyakan.
Seperti yang sudah kita ketahui, pengelolaan blok Natuna tersebut diserahkan 100% kepada Exxon Mobile, lantas apa yang kita dapatkan? Seperti yang sudah-sudah, kita hanya akan kebagian dampaknya saja. Kerusakan lingkungan misalnya, penetrasi budaya asing ditengah-tengah konsumtifnya budaya masyarakat Natuna hari ini, belum lagi persoalan struktural yang memang sudah ada seperti pencurian terhadap sumber daya alam (SDA) bahari kita, pembalakan hutan (ilegal loging), militerisme serta KKN. Apakah kita akan terus berdiam diri?
MEMBANGUN SEMANGAT SOSIAL KEMASYARAKATAN DALAM TUBUH IPMKRKN-Y
Kita tanpa kita sadari, tumbuh sebagai kelas menengah sosial yang berada di menara gading strata sosial berpetuah diatas padang gurun yang justru menjauhkan kita dari keberpihakan terhadap orang-orang tertindas, kaum mustadhafien. Jika kita beraktifitas itu semata-mata demi menuntaskan program kerja yang hanya berbentuk aktifitas ceremonial-formal dengan biaya berjuta-juta tanpa pernah kita merasa berdosa akan tanggungjawab kita sebagai mahasiswa. Kita lebih suka berorganisasi dengan motif yang sedari awal sudah kita tanamkan salah, mental-mental yang manja begitu melekat yang siap untuk pantang menyerah. Kita terlalu asyik dengan hal-hal yang remeh.
Alhasil, organisasi ini memang bertambah usianya. Ia ada tetapi tidak pernah hidup secara nilai. Karena itu, membangun semangat sosial kemasyarakatan pada dasarnya adalah mengembalikan IPMKRKN-Y pada cita-cita luhur dan watak dasarnya yaitu sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. IPMKRKN-Y, kini saatnya untuk meluruskan jalan kita untuk kembali ke tengah-tengah masyarakat.
Tarikan panjang, arah perjuangan IPMKRKN-Y akan kita mulai dari hari ini untuk kemudian sampai pada suatu titik dimana kader yang lahir dari rahim organisasi ini adalah kader yang mempunyai konsepsi teoritik dan kemudian aksi yang terarah. Tumbuh sebagai aktor new social media movement, tidak lagi sekedar student protest tapi student action. Saat ini gerakan sosial tidak lagi dicirakan dengan sikap sentralistis, birokratis dan kaku. Gerakan sosial hari ini lebih bersifat elegan tidak kaku atau lebih dikenal dengan gerakan sosial baru (GSB). Nah... kita bisa menciptakan sendiri identitas, ciri-ciri taktik dan strategi gerakan sosial kemasyarakatan kita tanpa harus tertohok romantisme gerakan sosial lama.
Lalu, apa makna membangun semangat gerakan sosial kemasyarakatan IPMKRKN-Y?
Pertama, memiliki cita-cita transformasi sosial. Artinya, mengangankan sebuah perubahan struktural dan radikal terhadap bangunan sistem dan formasi sosial masyarakat Natuna hari ini. Tentu ini misi yang berat dan mempunyai jangka panjang. Namun meski demikian, organisasi ini mempunyai modal dasar yang tertuang dalam anggaran dasar rumah tangga: “Terbinanya insan citra yang mampu bersikap kritis, fungsional dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur denga ridho Allah SWT”.
Kedua, mengembalikan keberpihakan kita pada rakyat, masyarakat Natuna khususnya. Selama ini kita justru memposisikan diri kita sebagai kelas menengah yang sombong dan menjaga jarak dengan masyarakat. Kita lebih suka bermain dengan nalar etatisme (nalar kekuasaan) membangun jaringan dengan pejabat dengan tujuan untuk kepentingan pribadi. Karena itu, kedepan adalah bagaimana IPMKRKN-Y mencoba bergumul kembali dengan realitas masyarakat hari ini. Bentuk riil dari keberpihakan kita adalah dengan reposisi ulang keberadaan IPMKRKN-Y. Kritis destruktif terhadap segala kebijakan pemerintah daerah yang merugikan masyarakat.
Ketiga, melakukan revitalisasi dan pembenahan internal. Ini mencakup pembenahan dalam pola pengkaderan, kultur organisasi, kepemimpinan dan nilai-nilai normatif keorganisasian. Kita seringkali berbicara bahwa saat ini kita krisis kader, tapi pernahkah kita berpikir bahwa kita memang tidak pernah melakukan pola pengkaderan. Jadi memang tidak ada yang salah. Kesalahan justru datang dari struktur organisasi ini. Pola pengkaderan hanya kita sandarkan pada dalil lama bahwa regenerasi itu sunnatullah. Ironis memang, pola pikir tradisional masih saja tumbuh subur pada pemikiran kita. Kedepan kita harus membuat suatu rancangan baku mengenai polarisasi pengkaderan dalam tubuh IPMKRKN-Y. Polarisasi pengkaderan ini akan kita susun secara sistematik, berkesinambungan dan berjenjang (LK I-LK II). Setelah semuanya terkonsep, maka tidak ada alasan lagi untuk tetap berdiam diri.
PENUTUP
Arah perjuangan ini tentu saja bukan sesuatu yang final. Arah perjuangan ini harus terus berada dalam perdebatan dan dialektika untuk terus menyempurnakannya. Tidak ada maksud lain dalam arah perjuangan ini kecuali untuk mengembalikanIPMKRKN-Y kepada cita-cita mulianya membangun masyarakat yang adil dan makmur. Sebuah cita-cita panjang yang membutuhkan tidak hanya teori diatas kertas arah kebijakan organisasi ini, tetapi juga kesabaran, ketekunan serta keyakinan akan keberhasilan. “Kita tidak bisa terlalu idealis dan tidak boleh opurtunitis, kita ciptakan style kita sendiri, sekali-kali kita hantam pemerintah” (Soe Hok Gie). “Lewat Jogja kita bangun Natuna, masyarakat adil dan makmur”. Wallahu’alam.

Author: IPMKN-Yogyakarta

Author, IPMKN Yogyakarta adalah organisasi yang mewadahi Pelajar-Mahasiswa Kabupaten Natuna yang menuntut ilmu di Yogyakarta..

0 comments:

E-mail Newsletter

Recent Articles

TOP